Kamis, 03 Oktober 2013

SEJARAH BERDIRINYA PEMUDA MUHAMMADIYAH



SPIRIT MUHAMMADIYAH senantiasa mengilhami setiap organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah. Demikian pula hatnya dengan Pemuda Muhammadiyah, yang lahir dengan semangat yang sama dengan berdirinya Muhammadiyah, yaitu semangat untuk membangungenerasi yang tangguh untuk masa mendatang. Sebagai salah satu organisasi otonom tertua di lingkungan Muhammadiyah (berdiri 2 Mei 1932),Pemuda Muhammadiyah hadir sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah.



Visi:
Mempersiapkan kader dan generasi muda Indonesia untuk siap menghadapi tantangan masa depan yang lebih beragam, penuh dinamika dan berbagai kepentingan datam rangka mencapai maksud dan tujuan Pemuda Muhammadiyah.

Misi:
Menjadikan gerakan dakwah amar ma'ruf nahi mungkar, gerakan keilmuan, gerakan sosialkemasyarakatan dan gerakan kewirausahaan sebagai tumpuan kegiatan dengan memahami setiap persoalan yang timbut dan kebutuhan lingkungan dimana Pemuda Muhammadiyah melakukan amal karya nyatanya.


Prinsip Dasar Organisasi

Pemuda Muhammadiyah adatah organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah yang merupakan gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar di kalangan pemuda, beraqidah Islam, dan bersumber pada al-Quran dan Sunnah Rasul. Organisasi ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk menghimpun, membina, dan menggerakkan potensi Pemuda Islam serta meningkatkan perannya sebagai kader untuk mencapai tujuan Muhammadiyah.

Pencapaian maksud dan tujuan tersebutdilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut:
  1. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu Wa ta'ala.
  2. Memperdalam ilmu, memperluas pengetahuan dan meningkatan kecerdasan serta mengamatkan sesuai dengan ajaran Islam.
  3. Memperdalam dan meningkatkan pemahaman Agama Islam.
  4. Menyelenggarakan dan meningkatkan mutu pendidikan kader.
  5. Mengadakan dakwah di kalangan pemuda dan remaja.
  6. Meningkatkan fungsi dan peran pemuda Muhammadiyah sebagai kader Muhammadiyah, kader umat Islam, dan kader bangsa.
  7. Memasyarakatkan dan meningkatkan kegiatan olahraga sebagai sarana dakwah Islamiyah.
  8. Menumbuhkan dan mengembangkan seni budaya yang bernafaskan Islam.
  9. Menggembirakan beramal yang diridhai Allah dan hidup tolong-menolong (ta'awun) dalam ukhuwah Islamiyah.
  10. Usaha-usaha lain yang tidak menyalahi tujuan.

Jaringan Struktural

Susunan organisasi Pemuda Muhammadiyah dibuat secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat Ranting. Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup nasional. Pimpinan Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat propinsi atau daerah tingkat I. Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang- cabang dalam tingkat kabupaten/kotamadia atau daerah tingkat II. Sedangkan Pimpinan Cabang adalah kesatuan ranting-ranting dalam satu tempat tertentu (setingkat kecamatan). Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota datam satu tempat tertentu (setingkat desa). Saat ini, Pemuda Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.


GARIS-GARIS BESAR HALUAN GERAKAN

GBHG adalah serangkaian strategi yang mungkin dan memungkinkan untuk dilakukan dengan penjabaran program yang lebih realistis, dan tentunya memiliki daya dukung yang memadai. Oleh karenanya, improvisasi, kreatifitas dan penyesuaian atas kondisi masing-masing sangatlah mungkin dan terkadang harus dilakukan. Dalam kaitan itulah maka dapat dirumuskan 5 (lima) pondasi utama untuk dijadikan koridor penting sebagai batasan pijakan bersama untuk mencapai tujuan kemajuan Pemuda Muhammadiyah, yaitu; Pondasi pertama, Tauhid. Aqidah ini penting sekali sebagai dasar gerakan kita. Jika keyakinan kita temah, maka akan sangat rapuh gerakan Pemuda Muhammadiyah. Sesuai dengan surat Al- Ankabut (19:41); "Perumpamaan orang-orang yang mengambil perlindungan-perlindungan selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, kalau mereka mengerti".

Pondasi kedua, adatah sistem moral yang benar berdasarkan wahyu illahi. Kita sering membaca surat Al-Baqarah (12:185); yang menyatakan bahwa Al-Quran itu sebagai hudallinnas (petunjuk bagi ummat manusia). Kemudian berisi keterangan (explanation) dan pembeda, yakni the distingtion between good and evil. Jadi selain tauhid kita bangun juga sistem nilai moral yang benar.

Pondasi ketiga, adalah faith and action atau action base on faith. Jadi melakukan amal sholeh sebanyak-banyaknya yang didasarkan pada aqidah serta nilai-nilai moral yang benar, sehingga amal itu tidak hampa. Tujuan amat itu menjadi jelas arahnya.

Pondasi keempat, adatah Keadilan. Keadilan ini merupakan perintah pertama dalam Al-Quran. Innallah ya'muru bil 'adl wal ihsan, yakni agama keadilan. Karena memang begitu jelas benang meraih keadilan itu dalam konsep agama Islam. Jadi keaditan harus ada keseimbangan yang semetris. Semua orang mendapat apa yang menjadi haknya dan bagi semua orang itu diminta apa yang menjadi kewajibannya. Pemuda Muhammadiyah berusaha membangun masyarakat yang tidak diskriminatif atau abau dende (pilih kasih).

Pondasi kelima, adalah memiliki kecenderungan yang kuat untuk tidak putus-putusnya mengem bangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam banyak tinjauan Al-Quran dan Al-Sunnah ilmu pengetahuan itu merupakan salah satu kunci pembangunan kehidupan menuju sejahtera tidak hanya di bumi tapi juga di akherat.

Komitmen kemanusiaan dan kebangsaan persyarikatan Muhammadiyah tertulis nyata di atas bentang perjalanan usia dan terpatri kuat dalam sejarah bangsa Indonesia. Dengan tanpa menyinggung peran kongritnya dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik tanpa melupakan arti penting peran kader-kader Muhammadiyah yang berjuang secara individual dan menjadi tokoh besar di berbagai bidang dalam zamannya masing-masing ; mulai fase perjuangan fisik hingga pada era pembentukan wajah Indonesia modern. Maka sikap istiqomah Muhammadiyah secara kelembagaan tersebut tercermin secara nyata dalam kancah pertahanan keamanan dan lapangan bela negara, seperti Hisbul Wathan pra zaman perjuangan kemerdekaan dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) pada era G.30 S.

Perjuangan membangun bangsa dan negara bagi persyarikatan Muhammadiyah bersifat holistic tanpa batasdan tanpa melihat suasana “era menyenangkan atau era pahit” dan menguntungkan secara material atau tidak.

Keterlibatan persyarikatan Muhammadiyah di lapangan belanegara pada era G.30 S, terlepas dari kontradiksi sejarah yang menyertai pergolakan ini, akan tetapi kasus tersebut mendorong momentum penghancuran rasa kemanusiaan secara massif dan mengganggu stabilitas dan eksistensi Indonesia sebagai negara dan bangsa. Maka dengan penuh kesadaran institusional, pada tanggal 1 Oktober 1965 jam 21.30 WIB, Muhammadiyah menetapkan berdirinya barisan bela negara yang dikenal dengan nama KOKAM. Keputusan tersebut sekaligus menjadi salah salah satu bentuk peran kongrit persyarikatan Muhammadiyah bersama dengan komponen bangsa lainnya dalam memberi dukungan fisik terhadap berbagai bentuk ancaman bagi kedaulatan negara RI.

Seiring dengan usainya masa pergolakan tersebut dan Indonesia memasuki masa damai, KOKAM secara alamiah juga berubah fungsi dan peran, yakni sebagai salah satu jalur pembinaan anggota Pemuda Muhammadiyah berdasarkan minat, bakat, dan kemampuannya, dengan catatan tidak menggunakan uniform militer secara mencolok dan merubah arah aktivitas dari satuan pengamanan ke arah penyiapan sumber daya terlatih untuk penanganan masalah – masalah publik berbasis bencana.

Adapun pembinaan KOKAM Pemuda Muhammadiyah mengarahkan pada pembentukan profil personal sebagai subyek dan pelaku dengan dukungan sistem kelembagaan dan kualifikasi spesifik dan profesional pada bidang yang digelutinya, bedasarkan minat, bakat, dan kemampuan masing-masing, sehingga nanti akan tercipta “Pemuda Islam yang ahli SAR, ahli Kepalang merahan, dan paham tentang tugas-tugas kemanusiaan”.


Sumber : Muhammadiyah, kokambali.blogspot.com


Senin, 30 September 2013

SEJARAH BERDIRINYA IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH



MELACAK JEJAK SEJARAH

KELAHIRAN IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan.

Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan respond atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keharusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lainialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102):

1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia.

2. Terpecah-belahnya umat Islam datam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politikummat Islam yang semakin buruk.

3.Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis

4.Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme

5.Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler

6.Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan

7.Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid'ah, khurafat, bahkan kesyi rikan, serta semakin meningkatnya misionaris- Kristenisasi

8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk

Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah telah dimulai sejak lama. Semangat tersebut sebenarnya telah tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena keluarga besar Muhammadiyah semakin banyak dengan putera-puterinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan menengahnya. Di samping itu,Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaba pendidikan tingkat menengah.

Gagasan pembinaan kader di lingkungan mahasiswa datam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adatah selaras dengan kehendak pendiri Muhammadiyah, KHA. Dahlan, yang berpesan babwa "dari kallan nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi kembalilah kepada Muhammadiyah" (Suara Muhammadiyah, nomor 6 tahun ke-68, Maret || 1988, halaman 19). Dengan demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah.

Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah cenderung terabaikan, tantaran Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi. Belum mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah saat itu juga karena saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah betum terialu banyak. Dengan demikian, pembinaan kadermahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan metalui Nasyiatul Aisyiyah (1931) untuk mahasiswa puteri.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hat, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan,sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bias diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah.

Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM betum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.

Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat ditihat ketika Lafran Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokob Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi'atul Aisyiyah.

Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan metalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atulAisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganak- emaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi'atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.

Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepaskan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang "....menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah."

Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) iselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).

Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta.

Tiga butan setelah penjajagan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mere,smikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada tanggal 29 Syawal 1384 H. atau 14 Maret 1964 M. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan 'Enam Penegasan IMM' oleh KHA. Badawi, yaitu:

1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam

2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM

3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahesiswa dalam Muhammadiyah

4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undartg, peraturan, serta dasar dan falsafah negara

5. Menegaskan bahwa ilmu adalá amaliah dan amal adalah ilmiah

6. Menegaskan bahwa amal WJA aMah lillahi ta'ala dan senantiasa diabdWan untuk kepentingan rakyat.

Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam datam rangka metaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).

Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adatah sebagai berikut:

1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa

2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam

3.Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah

4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah

5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan

Dengan berdirinya IMM lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal.

Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11-13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hamper seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMMYogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo.

Dalam Musyawarah Pendahuluan tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam 'Enam Penegasan IMM', Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan lain-lain.


PRINSIP DASAR ORGANISASI

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswa Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Tujuan IMM adatah mengusahakan terbentuknyaakademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.

Dalam mencapai tujuan tersebut, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah melakukan beberapa upaya strategis sebagai berikut :

1. Membina para anggota menjadi kader persyarikatan Muhammadiyah, kader umat,

dan kader bangsa, yang senantiasa setia terhadap keyakinan dan cita-citanya.

2.Membina para anggotanya untuk selalu tertib dalam ibadah, tekun dalam studi, dan mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk melaksanakan ketaqwaannya dan pengab diannya kepada allah SWT.

3.Membantu para anggota khusus dan mahasiswa pada umumnya dalam menyelesaikan kepentingannya.

4. Mempergiat, mengefektifkan dan menggembirakan dakwah Islam dan dakwah amar ma'ruf nahi munkar kepada masyarakat khususnya masyarakat mahasiswa.

5. Segala usaha yang tidak menyalahi azas, gerakan dan tujuan organisasi dengan mengindahkan segala hukum yang berlaku dalam Republik Indonesia.


JARINGAN STRUKTURAL IMM

Susunan organisasi IMM dibuat secara berjenjang dari tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Komisariat. Dewan Pimpinan Pusat adatah tingkat pimpinan tertinggi di IMM yang menjangkau ruang lingkup nasional. Dewan Pimpinan Daerah adatah pimpinan organisasi yang menjangkau suatu kesatuan wilayah tertentu yang terdiri dari cabang-cabang IMM. Pimpinan Cabang adalah pimpinan organisasi yang menjangkau satu kesatuan komisariat IMM. Komisariat IMM adatah kesatuan anggota-anggota IMM dalam sebuah perguruan tinggi atau kelompok tertentu. Saat ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.


PROGRAM KERJA

Secara umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan eksistensi organisasi demi mencapai tujuannya, "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah" (AD IMM Pasal 6). Untuk menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut, maka perencanaan dan pelaksanaan program kerja diorientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM yang memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar intelektual, dan kompetensi dasar humanitas. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, maka program kerja IMM pada dasarnya tidak bisa lepas dari tiga bidang garapan tersebut. Perencanaan dan pelaksanaan program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-beda (berurutan dan saling menunjang) pada masing-masing level kepemimpinan.

* Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan,keorganisasian,kemasyarakatan.

* Di tingkat Cabang: Perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian, kemasyarakatan.

* Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.

* Di tingkat Pusat: Kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.

Berkaitan dengan program kerja jangka panjang, maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya perumusan visi dan peran sosial politik IMM memasuki abad XXI. Hal ini tidak lepas dari ikhtiar untuk memantapkan eksistensi IMM demi tercapainya tujuan organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan program jangka panjang ini merujuk pada dan melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan pada Muktamar Vll IMM di Purwokerto (1992). Program dimaksud menetapkan strategi pembinaan dan pengembangan organisasi secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan selama Lima periode Muktamar IMM.

Periode Muktamar IX diarahkan pada pemantapan konsolidasi internal (organisasi, pimpinan, dan program) dengan meningkatkan upaya pembangunan kualitas institusional dan pemantapan mekanisme kaderisasi dalam menghadapi perkembangan situasi sosial politik nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar X diarahkan pada penguatan orientasi kekaderan dengan meningkatkan mutu sumber daya kader sebagai penopang utama kekuatan organisasi datam transformasi sosial masyarakat. Periode Muktamar XI diarahkan pada penguatan peran institusi organisasi baik secara internal (pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah) maupun eksternal (kader umat dan kader bangsa).

Periode Muktamar XII diarahkan pada pemantapan peran IMM dalam wilayah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang lebih luas. Periode Muktamar XIll diarahkan pada pemberdayaan institusi organisasi serta pemantapan peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa.

Kemudian pelaksanaan program jangka panjang itu memiliki sasaran khusus pada masing-masing bidangnya. Bidang Organisasi diarahkan pada terciptanya struktur dan fungsi organisasi serta mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung gerak IMM dalam mencapai tujuannya. Program konsolidasi gerakan IMM juga diarahkan bagi terciptanya kekuatan gerak IMM baik ke datam maupun ke luar sebagai modal penggerak bagi pengembangan gerakan IMM.

Bidang Kaderisasi diarahkan pada penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah, intelektual, dan humanitas) yang secara dinamis mampu menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diarahkan pada pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma ilmu yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan IMMdalam menyikapi tantangan zaman.

Bidang Hikmah diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam peran serta dan partisipasi sosial politik generasi muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi diarahkan pada penumbuhkembangan budaya dan wawasan wiraswasta di lingkungan IMM, terutama dalam membangun dan memberdayakan potensi ekonomi kerakyatan. Bidang Immawati diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader puteri IMM dalam transformasi social menuju masyarakat utama.

Sumber : Muhammadiyah




LAZISMU JAKARTA TIMUR menerima dan menyalurkan Zakat, Infaq dan Shodaqoh anda melalui rekening 3060009552 Bank Muamalat

Mari berbagi ...

Selasa, 24 September 2013

SEJARAH BERDIRINYA AISYIYAH



SEJARAH BERDIRINYA AISYIYAH



Kata Aisyiyah berasal dari bahasa arab , dari kata aisyah & mendapat imbuhan yah. Sebutan Aisyah disini adl nama isteri Nabi Muhammad saw, yaitu siti Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq. Kata yah dalam bahasa arab disini adalah yah nisbah yang artinya “membangsakan”. Jadi Aisyiyah berarti pengikut Siti Aisyah r.a. yang berusaha mencontoh dan meneladani cara-cara hidup Siti Aisyah r.a. 
Adapun secara terminologi / istilah , Aisyiyah adalah suatau organisasi wanita dalam muhammadiyah yang mempunyai maksud dan tujuan sebagaimana maksud dan tujuan muhammadiyah.


AKAR BERDIRINYA 

Aisyiyah tidak bisa dilepas kan kaitannya dari akar sejarah. Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir seluruh organisasi otonom yangada di uhammadiyah, termasuk Aisytyah. Sejakmendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan sangatmemperhatikan embinaan terhadap wanita. Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididikmenjadi pemimpin, erta dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam Muhammadiyah. Di antara ereka yang dididik Kiai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti- Busyro (putri beliau endiri), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber.

Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru ekitar 15 tahun) sudah diajak memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara kongkret erbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok anak-anak perempuan yang enang berkumpul, kemudian diberi bimbingan oleh KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan dengan elajaran agama. Kelompok anak- anak ini belum merupakan suatu organisasi, tetapi kelompok anak-a nak ang diberi pengajian. Pendidikan dan pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun ilakukan juga oleh Kiai Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam tidak memperkenankan engabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita yang harus mendapatkan tempat yang layak, Kyai Dahlan bersama-sama KHA. Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri para gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah tua.Dalam perkembangannya, kelompok pengajian wanita itu diberi nama Sapa Tresna.

Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian saja. Oleh karena itu,untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu perkumpulan, K.H. Mokhtarmengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang juga dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Awalnya iusulkan nama Fatimah, untuk orga- nisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama itu tidak diterima oleh rapat.

Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama Aisyiyah yang kemudian iterima oleh rapat tersebut. Nama Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi gerakan wanita ini karena didasari pertimbangan bahwa perjuanganwanita yang akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru perjuangan Aisyah, isteri Nabi Muhammad, yang selalu membantu Rasulullah dalam berdakwah. peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad pada tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan jiwa keagamaannya dibimbing langsung oleh KHA. Dahlan.

Pesan Kiyai Dahlan setelah kepengurusan Aisyiyah secara resmi terbentuk ialah sebagai berikut:

1. Dengan keikhlasan hati menunaikan tugasnya sebagai wanita Islam sesuai dengan bakat dan percakapannya, tidak menghendaki sanjung puji dan tidak mundur selangkah karena dicela.
2. Penuh keinsyafan, bahwa beramal itu harus berilmu.
3. Jangan mengadakan alasan yang tidak dianggap sah oleh Tuhan Allah hanya untuk menghindari suatu tugas yang diserahkan.
4. Membulatkan tekad untuk membela kesucian agama Islam. 5. Menjaga persaudaraan dan kesatuan kawan sekerja dan peperjuangan Pada tahun 1919, dua tahun setelah berdiri, Aisyiyah merintis pendidikan dini untuk anak-anak dengan nama Frobel, yang merupakan Taman Kanan-Kanak pertama kali yang didirikan oleh

bangsa Indonesia. Selanjutnya Taman kanak-kanak ini diseragamkan namanya menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal yang saat ini telah mencapai 5.865 TK di seluruh Indonesia.

Gerakan pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah dicanangkan dengan mengadakan pemberantasanbuta huruf pertama kali, baik buta huruf arab maupun latin pada tahun 1923. Dalam kegiatan ini para peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu- ibu rumah tangga belajar bersama dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia publik. Selain itu, pada tahun 1926, Aisyiyah mulai menerbitkan majalah organisasi yang diberi nama Suara Aisyiyah, yang awal berdirinya menggunakan Bahasa Jawa. Melalui majalah bulanan inilah Aisyiyah antara lain mengkomunikasikan semua program dan kegiatannya termasuk konsolidasi internal organisasi.

Dalam hal pergerakan kebangsaan, Aisyiyah juga termasuk organisasi yang turut memprakarsai dan membidani terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928. Dalam hat ini, Aisyiyah bersama dengan organisasi wanita lain bangkit berjuang untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan kebodohan. Badan federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Lewat federasi ini berbagai usaha dan bentuk perjuangan bangsa dapat dilakukan secara terpadu.

Aisyiyah berkembang semakin pesat dan menemukan bentuknya sebagai organisasi wanita modern. Aisyiyah mengembangkan berbagai program untuk pembinaan dan pendidikan wanita. Diantara aktivitas Aisyiyah ialah Siswa Praja Wanita bertugas membina dan mengembangkan puteri- puteri di luar sekolah sebagai kader Aisyiyah. Pada Kongres Muhammadiyah ke-20 tahun 1931 Siswa Praja Wanita diubah menjadi Nasyi'atul Aisyiyah (NA). Di samping itu, Aisyiyah juga mendirikan Urusan Madrasah bertugas mengurusi sekolah/ madrasah khusus puteri, Urusan Tabligh yang mengurusi penyiaran agama lewat pengajian, kursus dan asrama, serta Urusan Wal'asri yang mengusahakan beasiswa untuk siswa yang kurang mampu. Selain itu, Aisyiyah pada tahun 1935 juga mendirikan Urusan Adz-Dzakirat yang bertugas mencari dana untuk membangun Gedung 'Aisyiyah dan modal mendirikan koperasi.

Perkembangan Aisyiyah selanjutnya pada tahun 1939 mengalami titik kemajuan yang sangat pesat. Aisyiyah menambah Urusan Pertolongan (PKU) yang bertugas menolong kesengsaraan umum. Oleh karena sekolah-sekolah putri yang didirikan sudah semakin banyak, maka Urusan Pengajaran pun didirikan di Aisyiyah. Di samping itu, Aisyiyah juga mendirikan Biro Konsultasi Keluarga. Demikianlah, Aisyiyah menjadi gerakan wanita Islam yang mendobrak kebekuan feodalisme dan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat pada masa itu, serta sekaligus melakukan advokasi pemberdayaan kaum perempuan.

Perkembangan Mutakhir


Amal Usaha Aisyiyah

Menjelang seabad gerakannya, Aisyiyah saat ini telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah Aisyiyah (setingkat Propinsi), 370 Pimpinan Daerah Aisyiyah (setingkat kabupaten), 2.332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (setingkat Kecamatan) dan 6.924 Pimpinan Ranting Aisyiyah (setingkat Kelurahan).

Selain itu, Aisyiyah juga memiliki amal usaha yang bergerak di berbagai bidang, yaitu: pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Amal usaha Aisyiyah bidang pendidikan saat ini berjumlah 4.560, terdiri dari Kelompok Bermain, Taman Pengasuhan Anak, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Pendidikan Tinggi.

Sedangkan amal usaha bidang Kesehatan berupa Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Badan Kesehatan Ibu dan Anak, Balai Pengobatan dan Posyandu secara keseluruhan berjumlah 280 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai gerakan yang peduti terhadap kesejahteraan sosial masyarakat, Aisyiyah hingga kini memiliki 459 amal usaha seperti Rumah Singgah Anak Jalanan, Panti Asuhan, lembaga Dana Santunan Sosial, tim Pangrukti Jenazah dan Posyandu.

Aisyiyah berpendirian bahwa harkat martabat perempuan Indonesia tidak akan meningkat tanpa peningkatan kemampuan ekonominya. Oleh karena itu, Aisyiyah mengembangkan berbagai amal usaha pemberdayaan ekonomi ini datam bentuk koperasi (termasuk koperasi simpan pinjam), Baitul Mal wa Tamwil, toko/kios, Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA), home industri, kursus ketrampilan dan arisan. Jumlah amal usaha di bidang ini mencapai 503 buah.

Aisyiyah juga mengembangkan beragam kegiatan berbasis pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang peningkatan kesadaran kehidupan bermasyarakat. Hingga saat ini amal usaha yang mencakup pengajian, Qoryah Thayyibah, Kelompok Bimbingan Haji (KBIH), badan zakat infaq dan shodaqoh serta musholla berjumlah 3.785.


Identitas, Visi dan Misi
Identitas

Aisyiyah, organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah, merupakan gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi mungkar, yang berazaskan Islam serta bersumber pada Al-Quran dan Assunnah.

Visi ideal

Tegaknya agama Islam dan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Visi Pengembangan Tercapainya usaha-usaba Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani, yakni masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Misi

Misi Aisyiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program dan kegiatan meliputi: 

1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan.

2. Meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita sesuai dengan ajaran Islam.

3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkaian terhadap ajaran Islam.

4. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah, serta mempertinggi akhlak.

5. Meningkatkan semangat ibadah, jihad zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, serta membangun dan memelihara tempat ibadah, dan amal usaha yang lain.

6. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan Aisyiyah.

7. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan, mempertuas ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menggairahkan penelitian.

8. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas.

9. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, kesehatan, dan lingkungan hidup

10. Meningkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta memupuk semangat kesatuan dan persatuan bangsa.

11. Meningkatkan komunikasi,ukhuwah, kerjasama di berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.

12. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi.



Jaringan Kerjasama

Sejak berdiri, Aisyiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di uar negeri. Pada masa pergerakan nasional, kerjasama lebih ditujukan untuk menjalin semangat persatuan untuk perjuangan melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Pada tahun 1928, Aisyiyah menjadi salah satu pelopor berdirinya badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres Wanita indonesia (KOWANI)

Beberapa lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah pernah menjadi mitra kerja Aisyiyah datam rangka kepentingan sosial bersama, antara lain: Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Peningkatan Peranan Wanita untuk Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Yayasan Sayab Ibu, Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOlWI) dan Majetis Ulama Indonesia (MUI).

Selain itu, Aisyiyah juga melakukan kerjasama dengan lembaga dari luar negeri dalam rangka kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, melengkapi prasarana amal usaha, dan lain-lain. Diantara lembaga dari luar negeri yang pernah bekerjasama dengan Aisyiyah adalah: Oversea Education Fund (OEF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF, UNESCO,WHO, John Hopkins University, USAID, AUSAID, NOVIB, The New Century Foundation, The Asia Foundation, Regional Islamicof South East Asia Pasific, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, World Bank, Partnership for Governance Reform in Indonesia, beberapa kedutaan besar negara sahabat, dan lain-tain.


Program Pemberdayaan Ekonomi

Sebagai organisasi perempuan yang bergerak datam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, Aisyiyah diharapkan mampu menunjukkan komitmen dan kiprahnya untuk memajukan kehidupan masyarakat khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan ketenagakerjaan.

Dengan visi "Tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan aktivitas pemberdayaan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat", Majetis Ekonomi Aisyiyah bergerak memberdayakan ekonomi rakyat kecil dan menengah serta mengembangkan ekonomi kerakyatan.

Beberapa program pemberdayaan itu antara lain: mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini Aisyiyah memiliki dan membina Badan Usaha Ekonomi sebanyak 1426 buah di Wilayah, koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil/toko dan pembinaan ekonomi keluarga.



Kesehatan

Dengan misi sebagai penggerak terwujudnya masyarakat dan lingkungan hidup yang sehat, Aisyiyah mengembangkan pusat kegiatan pelayanan dan peningkatan mutu kesehatan masyarakat serta pelestarian lingkungan hidup metalui pendidikan. Saat ini Aisyiyah telah mengelola dan mengembangkan 10 RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak), 29 Klinik Bersalin, 232 BKIA/yandu, dan 35 Balai Pengobatan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Beberapa program kesehatan yang dikembangkan antara lain: peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau di seluruh Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak yang dikelota oleh Aisyiyah serta menjadikan unit-unit kegiatan tersebut sebagai agent of development yang tidak hanya sebagai tempat mengobati orang sakit, tetapi mampu berperan secara optimal dalam mengobati lingkungan masyarakat. 

Aisyiyah metalui Majetis Kesehatan dan Lingkungan Hidup juga metakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat dan penanggulangan penyakit berbahaya dan menular, penanggulangan HIV/AIDS dan NAPZA, bahaya merokok dan minuman keras, dengan menggunakan berbagi pendekatan dan bekerjasama dengan berbagi pihak, meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan, menyelenggarakan pilot project sistem pelayanan terpadu antara lembagakesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi Islami.


Pendidikan

Sejalan dengan pengembangan pendidikan yang menjadi salah satu pilar utama gerakan Aisyah metalui Majetis Pendidikan Dasar dan Menengah serta Majetis Pendidikan Tinggi, AisyĂ­yah mengembangkan visi pendidikan yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa.

Dengan tujuan memajukan pendidikan (formal, non formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diridhai Allah SWT, berbagai program dikembangkan untuk menangani masalah pendidikan.

Saat ini Aisyiyah telah dan tengah melakukan pengeloaan dan pembinaan terhadap: 86 Kelompok Bermain/Pendidikan Anak Usia Dini, 5.865 Taman Kanak-Kanak, 380 Madrasah Diniyah, 668 TPA/TPQ, 2.920 IGABA, 399 IGA, 10 Sekolah Luar Biasa, 14 Sekolah Dasar, 5 SLTP, 10 Madrasah Tsanawiyah, 8 SMU, 2 SMKK, 2 Madrasah Aliyah, 5 Pesantren Putri, serta 28 pendidikan luar sekolah. Aisyiyah jugadipercaya oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan ratusan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, Aisyiyah memiliki 3 Perguruan Tinggi, 2 STIKES, 3 AKBID serta 2 AKPER di seluruh Indonesia.

Selain itu, Aisyiyah juga memperhatikan masalah kaderisasi dan pengembangan sumber daya kader di lingkungan Angkatan Muda Muhammadiyah Putri secara integratif dan professional yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar menuju masyarakat madani.


PROGRAM MAJELIS MAJELIS TABLIGH

(tabligh@aisyiyah.or.id)

Untuk merealisasikan prinsip dan tujuan dakwahnya, Aisyiyah memiliki berbagai kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh Majetis Tabligh. Majetis ini bergerak dalam urusan kajian Islam kontekstual, dakwah dan pengamalan Islam. Dengan visi untuk menjadi organisasi dakwah yang mampu memberi pencerahan kehidupan keagamaan untuk mencapai masyarakat madani, Majelis Tabligh mengembangkan gerakan-gerakan Dakwah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, menguatkan kesadaran keagamaan masyarakat, mengembangkan materi, strategi dan media dakwah, serta meningkatkan kualitas mubalighat.

Beberapa program dan kegiatan yang telah dan sedang ditindaklanjuti oleh majetis ini antara lain:

1.Pembinaan kelompok pengajian, saat ini berjumlah sebanyak 12.149 di seluruh Indonesia.

2.Membina sebanyak 10.329 mubalighat di seluruh Indonesia.

3. Mengembangkan desa binaan sebanyak 285 di beberapa daerah tertentu di Indonesia.

4.Sosialisasi program pembinaan Keluarga Sakinah di Wilayah/ Daerah/ Cabang/ Ranting.

5. Menindaklanjuti dan mengembangkan program Qoryah Thoyyibah yakni pengembangan semacam desa percontohan islami dengan mengoptimalkan semua potensi dan sektor baik agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi,maupun hubungan sosial Sebagai pelaksanaan awalnya Aisyiyah telah mengadakan proyek uji coba Qoryah Thoyyibah di dusun Mertosanan Wetan, Potorono, Banguntapan, Bantul, DIY sejak 1989.

6. Merevitalisasi Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ).

7. Meningkatkan usaha pencegahan sejak dini bahaya miras, napza, demoralisasi, seks bebas, kriminalitas dan bentuk penyakit sosial lainnya.

8. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengajian.

9. Menerbitkan buku-buku yang diperuntukkan bagi umum maupun kalangan sendiri untuk melengkapi kegiatan dakwah, dan lain-tain.


MAJELIS KESEJAHTERAAN SOSIAL

(kessos@aisyiyah.or.id)

Pemahaman tentang kesejahteraan sosial yang diperjuangkan Aisyiyah adalah terciptanya suatu kondisi ideal dari tata kehidupan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur, yaitu suatukehidupan bahagia sejahtera penuh limpahan rahmat dan nikmat Allah SWT. di dunia dan akhirat. Dengan demikian tercipta suatu titik keseimbangan antara aspek jasmaniah dan rohaniah ataupun aspek material dan spiritual.

Sejak berdirinya, kegiatan kesejahteraan sosialAisyiyah telah dimulai dalam bentuk membantu kaum miskin dan anak yatim. Dalam perkembangan saat ini, program kesejahteraan sosialAisyiyah tersistem ke dalam unit-unit kegiatan sosial antara lain:

1. Kepedulian dan usaha-usaha pelayanan danpenyantunan bagi kelompok masyarakat

dhuafa/miskin

2. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga-tembaga sosial yang dikelola oleh Aisyiyah seperti panti asuhan, panti jompo, balai latihan, rumah singgah, dan lain-lain.

3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan.

4. Pelayanan korban dan penanggulangan bencana/musibah.

5. Advokasi publik yang menyangkut masalah- masalah sosial di berbagai lapisan masyarakat.

6. Mengembangkan pola pencegahan dan pemberian bantuan terhadap korban trafficking dan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan lain-tain.


MAJELIS KESEHATAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

(kesling@aisyiyah.or.id)

Sebagai organisasi sosial, masalah kesehatan dan lingkungan hidup telah menempati posisi yangsangat serius dalam gerakan Aisyiyah. Dengan misisebagai penggerak terwujudnya masyarakat danlingkungan hidup yang sehat, Aisyiyah kemudianmengembangkan pusat kegiatan pelayanan dan peningkatan mutu kesehatan masyarakat serta pelestarian lingkungan hidup metalui pendidikan.

Program-program yang dikembangkan antara lain:

1. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau di seluruh Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak Aisyiyah serta menjadikan unit-unit kegiatan tersebut sebagai agent of development, tidak hanya sebagai tempat mengobati orang sakit, tetapi mampu berperan optimal dalam mengobati lingkungan masyarakat.

2. Melakukan kampanye peningkatan keadaran masyarakat dan penanggulangan penyakit berbahaya dan menular.

3.Penanggulangan HIV/AIDS dan NAPZA, bahayamerokok dan minuman keras, metalui berbagai pendekatan dan bekerjasama dengan berbagai pihak.

4.Meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan

5. Menyelenggarakan pilot project system pelayanan terpadu antara lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi Islami.

6.Melakukan kampanye sadar lingkungan dan pentingnya pelestarian lingkungan hidup bagi kehidupan manusia metalui pendidikan. Saat ini Aisyiyah telah mengelola dan mengembangkan sekurang-kurangnya 10 RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak), 29 Klinik Bersalin, 232 BKIA/yandu, dan 35 Balai Pengobatan yang tersebar di seluruh Indonesia.


MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

(dikdasmen@aisyiyah.or.id)

Sejalan dengan pengembangan pendidikan yang menjadi salah satu pilar utama gerakan Aisyiyah, majetis ini mengembangkan visi pendidikan Aisyiyah yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa. Dengan tujuan memajukan pendidikan (formal, non formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri,cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diridhai Allah SWT, Majetis ini mengembangkan dan menangani masalah pendidikan dari usia pra TK sampai Sekolah Menengah Umum dan keguruan.

Saat ini majelis ini telah dan tengah melakukan pengeloaan dan pembinaan sebanyak: 86 Kelompok Bermain/ Pendidikan Anak Usia Dini, 5865 Taman Kanak-Kanak, 380 Madrasah Diniyah, 668 TPA/TPQ, 2.920 IGABA, 399 IGA, 10 Sekolah Luar Biasa, 14 Sekolah Dasar, 5 SLTP, 10 Madrasah Tsanawiyah, 8SMU, 2 SMKK, 2 Madrasah Aliyah, 5 Pesantren Putri, serta 28 pendidikan Luar Sekolah. Saat ini Aisyiyahjuga dipercaya oleh Pemerintah untukmenyelenggarakan ratusan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di seluruh Indonesia.


MAJELIS EKONOMI

(ekonomi@aisyiyah.or.id)

Sebagai organisasi perempuan yang bergerakdalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, Aisyiyah diharapkan mampu menunjukkan komitmen dan kiprahnya untuk memajukankehidupan masyarakat khususnya dalampengentasan kemiskinan dan ketenagakerjaan. Dengan visi "tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan aktivitas pemberdayaan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat", majetis ekonomi bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan menengah serta pengembangan-pengembangan ekonomikerakyatan.

Beberapa program majetis ekonomi antara lain:

1. Mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini Aisyiyah memiliki dan membina Badan Usaha Ekonomi sebanyak 1426 buah di wilayah,Daerah dan Cabang yang berupa badan usaha koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil/took dan pembinaan ekonomi keluarga.

2. Menumbuhkan dan mengembangkan koperasi serta Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hokum

3. Meningkatkan partisipasi 'Aisyiyah dalam pembelaan dan penguatan termasuk advokasi terhadap Tenaga Kerja Indonesia, khususnya Tenaga Kerja Wanita.

4. Membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam rangka mengembangkan ekonomi umat

5. Melakukan advokasi dan perlindungan konsumen, dan lain-tain.


MAJELIS PENDIDIKAN KADER

(Kontak email: mpk@aisyiyah.or.id)

Majetis ini menangani masalah kaderisasi dan pengembangan sumber daya kader di lingkungan Angkatan Muda Muhammadiyah Putri secara integratif dan professional yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar menuju masyarakat madani. Program-program yang dikembangkan oleh majelis ini antara lain:

1. Mengembangkan system pengkaderan yang mampu menghasilkan kader yang berkualitas. Saat ini Majetis Pembinaan Kader membina 617 instruktur, 1419 kader serta 108 kajian.

2. Peningkatan kualitas pembinaan kader baik dalam bentuk kursus, pelatihan, sekolah- sekolah formal, maupun studi lanjut.

3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kader ulama perempuan, serta kader 'lintas ilmu dan profesi' untuk penguatan gerakan Aisyiyah, dan lain-lain.


MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI

(dikti@aisyiyah.or.id)

Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan serta pendidikan Aisyiyah khususnya, majetis ini bertugas untuk membina, mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Aisyiyah di seluruh Indonesia, serta memberikan bahan pertimbangan guna menentukan kebijakan yang berkaitan dengan bidang pendidikan tinggi Aisyiyah. Dengan visi "terbentuknya masyarakat muslim yang memiliki keilmuan, keislaman dan keorganisasian dakwah Muhammadiyah-Aisyiyah", majetis ini mengembangkan program-

program antara lain:

1. Kajian isu-isu aktual pendidikan serta penelitan positioning PTA di masyarakat.

2. Penyusunan data base, renstra, serta Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk PTA.

3. Peningkatan kualitas pendidikan serta sinergi dan kerjasama dengan berbagi pihak, dan lain-Lain.

Saat ini Majetis Pendidikan Tinggi Aisyiyah membawahi 3 Perguruan Tinggi, 2 STIKES, 3 AKBID serta 2 AKPER di seluruh Indonesia.


LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

(lppa@aisyiyah.or.id)

Lembaga ini bertujuan untuk meningkatkan kajian tentang masalah atau isu-isu yang berkembang, baik mengenai organisasi maupun masalah sosial yang terkait dengan sikap perempuan dan organisasi, seperti kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak dan perdagangan anak, peran politik perempuan, diskriminasi gender, dan lain-lain. Sebagai institusi yang bergerak dalam penelitian dan pengembangan yang mendinamisasi gerakan dakwah Aisyiyah, LPPA diharapkan mampu menyediakan dukungan data dan informasi metalui kegiatan pengkajian, penelitian dan kegiatan pengembangan lainnya untuk mendukung pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi dalam mencapai visi dan tujuan Aisyiyah.

Program kerja LPPA dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni:

1. Divisi pengkajian dan penelitian: melakukan pengkajian dan penelitian tentang keperempuanan, keagamaan, sosial, dan organisasi dan isu-isu aktual yang terkait dengan usaha Aisyiyah untuk

2. Divisi Basis Data: membentuk pusat data dan informasi untuk mendukung dinamika gerakan, baik internal maupun eksternal.

3. Divisi /slamic Civil Society (ICS): terkait dengan kegiatan pengembangan khususnya penguatan ICS melalui pendidikan kewarganegaraan seperti meningkatkan kesadaran,wawasan dan partisipasi warga Aisyiyah khususnya dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menuju kehidupan yang demokratis serta berbagai kegiatan peneingkatan kapasitas lainnya.


LEMBAGA KEBUDAYAAN

(lk@aisyiyah.or.id)

Lembaga ini terbentuk dalam rangka merespon perubahan budaya yang berkembang dengan cepat akibat adanya perkembangan teknologi dan informasi yang demikian pesat. Selain untuk menjaga agar transformasi kebudayaan tersebut tetap berada datam garis ajaran Islam, lembaga ini bertujuan untuk menggali dan memasyarakatkan kreatifitas budaya sebagai bagian dari gerakan dakwah sehingga bisa terwujud masyrakat Islam serta budaya islami yang sebenar-benarnya.

Program lembaga kebudayaan Aisyiyah antara lain:

1. Meningkatkan perhatian terhadap masalah- masalah sosial budaya seperti kesenian,perubahan budaya masyarakat termasuk gaya hidup masyarakat, kepariwisataan dan aspek sosial budaya lainnya yang mempengaruhi perkembangan masyarakat disertai upayapengembangan khasanah Islami.

2. Mengimplementasikan tuntutan dakwah cultural yang tidak bertentangan dengan ajaranIslam.

3. Mengembangkan seni budaya religious dengan symbol-simbol yang mudah diterima masyarakat datam kerangka dakwah Islam, diantaranya menerbitkan buku Dongeng Indah, Aisyiyah dan Seni Pertunjukan Ekspresi Islam datam Simput Budaya.


LEMBAGA HUBUNGAN ORGANISASI, HUKUM DAN ADVOKASI (LHOHA)

(thoha@aisyiyah.or.id)

Lembaga ini bertujuan untuk membangun dan menjalin hubungan kerjasama dalam rangka memperluas sayap gerakan untuk mencapai tujuan organisasi. Lembaga ini juga melakukan komunikasi dengan pihak-pihak lembaga/organisasi lain yang dapat mendorong tercapainya visi dan misi organisasi, yang tidak terbatas ada agama, ras, suku dan golongan. Program LHOHA diarahkan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengembangan komunikasi dan kerjasama antar organisasi dan ormas Islam

2. Advokasi kebijakan publik untuk kepentingankeaditan masyarakat.

3. Partisipasi pada upaya penegakan hukum dan penyusunan peraturan perundang-undangan.

4. Peningkatan kesadaran hukum masyarkat.

5. Advokasi hukum dan hak asasi manusia.

6. Pengkajian berbagai peraturan perundang- ndangan khususnya terkait dengan hukum Islam dan masalah perempuan.


LEMBAGA HUMAS DAN PENERBITAN

(humas@aisyiyah.or.id)

Merupakan lembaga yang mengkomunikasikan segala kegiatan, program serta kebijakan organisasi kepada pihak-pihak terkait, baik internal maupun eksternal serta membentuk citra posistif Aisyiyah di masyarakat luas. Beberapa program fokus kegiatan lembaga ini antara lain:

1. Publikasi dan sosialisasi program dan kegiatan Aisyiyah termasuk opinion leader tokoh Aisyiyah

2. Sosialisasi pencitraan positif Aisyiyah

3. Menggatang dan menjaga kerja sama dengan stakeholder Aisyiyah baik dalam maupun luar negeri

Selain itu lembaga ini juga membawahi divisi penerbitan Aisyiyah, SUAR A AISYIYAH yaitu majalah bulanan yang telah terbit sejak tahun 1926 sampai sekarang. Suara Aisyiyah adalah majalah wanita tertua di Indonesia yang perkembangannya dapat diikuti sejak zaman kolonial Belanda, zaman Jepang hingga zaman kemerdekaan.

Selain sebagai alat organisasi yang mempublikasikan program-program Aisyiyah, majalah bulanan ini juga alat yang strategis dalam memberikan perluasan pengetahuan dan penyadaran pada warga Aisyiyah khususnya akan peran perempuan dalam dunia domestik dan publik.

Sumber : Muhammadiyah



LAZISMU JAKARTA TIMUR menerima dan menyalurkan Zakat, Infaq dan Shodaqoh anda melalui rekening 3060009552 Bank Muamalat

Mari berbagi ...

Selasa, 17 September 2013

BIOGRAFI SINGKAT K.H. AR. FACHRUDDIN



Kiai Haji Abdur Rozzaq Fachruddin adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah, yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. 

Ayahnya ialah KH. Fachruddin (seorang Lurah Naib atau Penghulu dari Puro Pakualaman yang diangkat oleh Kakek Sri Paduka Paku Alam VIII) yang berasal dari Bleberan, Brosot, Galur, Kulonprogo.
Sementara ibunya ialah Maimunah binti KH. Idris Pakualaman. Pada tahun 1923, untuk pertama kalinya Abdur Rozak bersekolah formal di Standaad School Muhammadiyah Bausasran Yogyakarta.

Pada tahun 1934, ia dikirim oleh Muhammadiyah untuk misi dakwah sebagai guru di sepuluh sekolah dan sebagai mubaligh di Talangbalai (sekarang Ogan Komering Ilir) selama sepuluh tahun. Dan ketika Jepang datang, ia pindah ke Muara Meranjat, Palembang sampai tahun 1944. Selama tahun 1944, Fachruddin mengajar di sekolah Muhammadiyah serta memimpin dan melatih Hizbul Wathan, dan barulah ia pulang ke kampung halaman.


KARIR

Pengabdiannya bukan saja di lingkungan Muhammadiyah, tapi juga di pemerintahan dan perguruan tinggi. Pak AR misalnya, pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama, Wates (1947). Tidak lama di jabatannya itu, dia ikut bergerilya melawan Belanda. Pada 1950-1959, ia menjadi pegawai di kantor Jawatan Agama wilayah Yogyakarta, lalu pindah ke Semarang, sambil merangkap dosen luar biasa bidang studi Islamologi di Unissula, FKIP Undip, dan STO.

Sedangkan di Muhammadiyah, dimulai sebagai pimpinan Pemuda Muhammadiyah (1938-1941). Ia menjadi pimpinan mulai di tingkat ranting, cabang, wilayah, hingga sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jabatan sebagai ketua PP Muhammadiyah dipegangnya pada 1968 setelah di fait accompli menggantikan KH Faqih Usman, yang meninggal.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujungpandang, Pak AR terpilih sebagai ketua. Hampir seperempat abad ia menjadi orang paling atas di Muhammadiyah, sebelum digantikan oleh almarhum KH Azhar Basyir (setelah tidak lagi bersedia dicalonkan dalam Muktamar Muhammadiyah 1990). Setelah dirawat di RS Islam Jakarta, Pak AR wafat pada 17 Maret 1995, meninggalkan 7 putra dan putri.

Sesuatu yang nampak menonjol dari pribadi Pak AR adalah kesederhanaan, kejujuran, dan keikhlasan. Tiga sifat itulah, menurut Dr Amien Rais, warisan utama Pak AR yang perlu terus dihidupkan tidak hanya oleh kalangan Muhammadiyah. Selaku pemimpin umat, Pak AR sangat sepi dari limpahan harta benda. Beliau sangat mungkin untuk memiliki mobil mengkilap, atau rumah mewah. Tetapi Pak AR memilih untuk tidak punya apa-apa, kata Amien.

Kesejukannya sebagai pemimpin umat Islam juga bisa dirasakan oleh umat agama lain. Ketika menyambut kunjungan pemimpin umat Kristiani sedunia, Paus Yohannes Paulus II, di Yogyakarta dalam sebuah kunjungan resmi ke Indonesia, Pak AR menyampaikan 'uneg-uneg' dan kritik kepada Paus.

Pak AR mengeluhkan, bahwa tak sedikit umat Islam yang lemah dan tak berkecukupan seringkali dirayu umat Kristen untuk masuk agama mereka. Kesempatan itu juga digunakan Pak AR menjelaskan pada Paus, bahwa agama harus disebarluaskan dengan cara-cara yang perwira dan sportif. Kritik ini diterima dengan lapang dada oleh umat lain karena disampaikan dengan lembut dan sejuk, serta dijiwai dengan semangat toleransi tinggi.

Tak hanya kesejukan, Pak AR juga dikenal sangat merakyat. Meski ia menduduki jabatan puncak di organisasi Muhammadiyah, namun dia tidak pernah jauh dari umat yang dipimpinnya. Ia memberikan seluruh diri dan hidupnya kepada Muhammadiyah. Suatu ketika di tahun 1975, becak yang dinaikinya dicegat seorang pedagang kaki lima. Pedagang itu ternyata hanya ingin bertanya tentang hukum pinjam-meminjam. Lebih setengah jam, Pak AR memberi penjelasan kepada pedagang tersebut. Setelah si penanya puas, Pak AR kembali melanjutkan perjalanan.

Pak AR yang memang selalu ingin dekat dengan rakyat kecil itu, paling senang jika diundang berceramah di kalangan rakyat bawah di lembah Kali Code dan kampung-kampung pinggiran di Yogyakarta. Suatu kali, dalam sebuah kultum (kuliah tujuh menit), Pak AR menjelaskan mengapa dirinya senang ceramah di kalangan rakyat kecil dan miskin. "Karena itulah sunnah Nabi SAW," jawabnya.

Para pengikut Islam, pertama-tama, jelas Pak AR, adalah rakyat miskin dan budak belian. "Karena itu, sebagai dai jangan berharap pada orang-orang besar dan kaya. Bukankah Nabi pernah mendapat teguran dari Allah karena menyepelekan orang kecil demi berdakwah untuk orang besar?" jelasnya.

Sikapnya yang merakyat inilah yang membuat periode kepemimpinannya dinilai sangat berhasil. Totalitas Pak AR dalam ber-Muhammadiyah, itu juga ditunjukkan dalam bentuk penolakannya ketika pemerintah Orde Baru berkali-kali menawarinya menjadi anggota DPR dan jabatan lainnya. Di sisi lain, Pak AR juga tetap menjaga hubungan baik dengan pemerintah, dan bekerja sama secara wajar. Sikap dan kebijakannya ini membuat warga Muhammadiyah merasa teduh, aman dan memberikan kepercayaan yang besar kepadanya.

Bagaimana Pak AR di mata keluarganya? "Bapak tidak pernah marah. Kepada kami, juga kepada orang lain. Kalaupun menasihati kami, dilakukannya secara halus kadang diselingi dengan humor," ujar Siti Zahanah, anak ketiga Pak AR, sebagaimana dituturkannya dalam buku Pak AR, Profil Kiai Merakyat.

Meski sebagai teladan dan sangat dihormati di keluarga, bukan berarti urusan keluarga menjadi prioritas. Baginya, keluarga adalah nomor dua, sementara Muhammadiyah dan umat adalah urusan pertama dalam hidupnya. Namun, dukungan keluarga sangat penting bagi Pak AR untuk menjalankan aktivitas dan amanat organisasi.

Setiap akan meninggalkan rumah lebih dari sehari semalam, Pak AR mempunyai kebiasaan berpesan kepada sang istri, Siti Qomariyah, dan anak-anaknya. "Aku arep lungo nang kene semene dino. Kowe kabeh tak pasrahke Gusti Allah (Aku akan pergi ke kota ini sekian hari. Kamu sekalian saya titipkan kepada Allah)," tutur Qomariyah, menirukan pesan Pak AR. Pak AR memang berharap istrinya benar-benar berperan sebagai ibu rumah tangga secara penuh. Menjadi istri sekaligus ibu rumah tangga yang istiqomah, yang mampu membimbing dan memberi motifasi kepada anak-anak. Pak AR sadar betul, tugasnya yang berat sebagai ketua Muhammadiyah, membuatnya tak cukup waktu untuk keluarga. Karena itulah, sang istri yang mengambil alih tugas-tugas keseharian di rumah ketika Pak AR tugas keluar.

Toh demikian, sudah menjadi rahasia umum, jika keluarga Pak AR yang tergolong keluarga besar (9 orang) ini tidak mempunyai rumah pribadi. Padahal, sebagai orang penting, bila ia mau, bisa saja hal itu terpenuhi dalam hitungan hari. Tapi tidak demikian dengan Pak AR.

Rumah cukup besar yang ditempatinya sejak 1971 adalah milik persyarikatan Muhammadiyah. Sebelumnya, Pak AR sekeluarga menghuni rumah sewa sederhana di Kauman nomor 260, Yogyakarta. Tapi, bukan berarti Pak AR tidak ingin memiliki rumah pribadi. Hal itu pun sudah ia usahakan saat menjabat sebagai kepala Kantor Agama Jawa Tengah di Semarang tahun 1959-1964, dengan cara membeli rumah secara angsuran yang diusahakan pihak swasta.

Karena memang sifatnya yang tidak pernah berburuk sangka, angsuran rumah yang tanpa disertai surat jaminan itu pun tak berumur panjang. Pak AR tertipu oleh pengembang yang membawa lari uangnya. "Wis ora usah dirembug maneh. Sesuk bakal diijoli omah sing luwih apik neng suwargo (Sudah, tidak usah dibicarakan lagi. Nanti akan mendapat ganti rumah yang lebih baik di surga)," tutur Qomariyah, ketika menanyakan kelanjutan dan status rumah yang diangsur itu. Kalau nyebut pak AR, benak saya langsung mengarah kepada pak AR Fachruddin (alm), ketua PP Muhammadiyah. Saya sangat mengagumi gaya pak AR (alm) kalau ceramah: Santun, lembut, sejuk.

Di samping dikenal sebagai seorang mubaligh yang sejuk, ia juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan untuk dijadikan pedoman dalam beragama. Di antara karya-karyanya ialah Naskah Kesyukuran; Naskah Entheng, Serat Kawruh Islam Kawedar; Upaya Mewujudkan Muhammadiyah Sebagai Gerakan Amal; Pemikiran Dan Dakwah Islam; Syahadatain Kawedar; Tanya Jawab Entheng-Enthengan; Muhammadiyah adalah Organisasi Dakwah Islamiyah; Al-Islam Bagian Pertama; Menuju Muhammadiyah; Sekaten dan Tuntunan Sholat Basa Jawi; Kembali kepada Al-Qur`an dan Hadist; Chutbah Nikah dan Terjemahannya; Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang Tepat; Soal-Jawab Entheng-enthengan; Sarono Entheng-enthengan Pancasila; Ruh Muhammadiyah; dan lain-lain. 
Ulama kharismatik ini tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta, walaupun masih banyak yang mengharapkannya. Ia berharap ada alih generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Ia wafat pada 17 Maret 1995 di Rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.

Sumber : wikipedia



LAZISMU JAKARTA TIMUR menerima dan menyalurkan Zakat, Infaq dan Shodaqoh anda melalui rekening 3060009552 Bank Muamalat

Mari berbagi ...

Selasa, 10 September 2013

SEJARAH BERDIRINYA NASYIATUL AISYIYAH



Melacak Jejak Sejarah


BERDIRINYA NASYlATUL AISYlYAH juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan rentang sejarah Muhammadiyah sendiri yang sangat memperhatikan keberlangsungan kader penerus perjuangan. Muhammadiyah dalam membangun ummat memerlukan kader-kader yang tangguh yang akan meneruskan estafet perjuangan dari para pendahulu di lingkungan Muhammadiyah.

Gagasan mendirikan NA sebenarnya bermula dari ide Somodirdjo, seorang guru Standart School Muhammadiyah. Dalam usahanya untuk memajukan Muhammadiyah, ia menekankan bahwa perjuangan Muhammadiyah akan sangat terdorong dengan adanya peningkatan mutu ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada para muridnya, baik dalam bidang spiritual, intelektual, maupun jasmaninya.

Gagasan Somodirdjo ini digulirkan datam bentuk menambah pelajaran praktek kepada para muridnya, dan diwadahi dalam kegiatan bersama. Dengan bantuan Hadjid, seorang kepala guru agama di Standart School Muhammadiyah, maka pada tahun 1919 Somodirdjo berhasil mendirikan erkumputan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri siswa Standart School muhammadiyah. Perkumputan tersebut diberi nama Siswa Praja (SP). Tujuan dibentuknya Siswa Praja adatah menanamkan rasa persatuan, memperbaiki akhlak, dan memperdalam agama.

Pada awalnya, SP mempunyai ranting-ranting di sekolah Muhammadiyah yang ada, yaitu di Suronatan, Karangkajen, Bausasran, dan Kotagede. Seminggu sekali anggota SP Pusat memberi tuntunan ke ranting-ranting. Setelah lima bulan berjalan, diadakan pemisahan antara anggota laki-laki dan perempuan dalam SP. Kegiatan SP Wanita dipusatkan di rumah Haji Irsyad (sekarang Musholla Aisyiyah Kauman). Kegiatan SP Wanita adatah pengajian, berpidato, jama'ah subuh, membunyikan kentongan untuk membangunkan umat Islam Kauman agar menjalankan kewajibannya yaitu shalat shubuh, mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, dan kegiatan keputrian.

Perkembangan SP cukup pesat. Kegiatan- kegiatan yang dilakukannya mulai segmented dan terklasifikasi dengan baik. Kegiatan Thalabus Sa'adah diselenggerakan untuk anak-anak di atas umur 15 tahun. Aktivitas Tajmilut Akhlak diadakan untuk anak-anak berumur 10-15 tahun. Dirasatul Bannat diselenggarakan dalam bentuk pengajian sesudah Maghrib bagi anak-anak kecil. Jam'iatul Athfal dilaksanakan seminggu dua kali untuk anak- anak yang berumut 7-10 tahun. Sementara itu juga diselenggarakan tamasya ke luar kota setiap satu butan sekali.

Kegiatan SP Wanita merupakan terobosan yang inovatif dalam metakukan emansipasi wanita di tengah kultur masyarakat feodal saat itu. Kultur patriarkhis saat itu benar-benar mendomestifikasi wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga. Para orang tua seringkali melarang anak perempuannya keluar rumah untuk aktifitas-aktifitas yang emansipatif. Namun dengan munculnya SP Wanita, kultur patriarkhis dan feodal tersebut bisa didobrak. Hadirnya SP Wanita sangat dirasakan manfaatnya, karena SP Wanita membekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan.

Pada tahun 1923, SP Wanita mulai diintegrasikan menjadi urusan Aisyiyah. Perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1924, SP Wanita telah mampu mendirikan Bustanut Athfal, yakni suatu gerakan untuk membina anak taki-laki dan perempuan yang berumur 4-5 tahun. Pelajaran pokok yang diberikan adalah dasar-dasar keislaman pada anak-anak. SP Wanita juga menerbitkan buku nyanyian berbahasa Jawa dengan nama Pujian Siswa Praja. Pada tahun 1926, kegiatan SP Wanita sudah menjangkau cabang-cabang di luar Yogyakarta.

Pada tahun 1929, Konggres Muhammadiyah yang ke-18 memutuskan bahwa semua cabang Muhammadiyah diharuskan mendirikan SP Wanita dengan sebutan Aisyiyah Urusan Siswa Praja. Pada tahun 1931 dalam Konggres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta diputuskan semua nama gerakan dalam Muhammadiyah harus memakai bahasa Arab atau bahasa Indonesia, karena cabang-cabang Muhammadiyah di luar Jawa sudah banyak yang didirikan (saat itu Muhammadiyah telah mempunyai cabang kurang lebih 400 buah). Dengan adanya keputusan itu, maka nama Siswa Praja Wanita diganti menjadi Nasyi'atul Aisyiyah (NA) yang masih di bawah koordinasi Aisyiyah.

Tahun 1935 NA melaksanakan kegiatan yang semakin agresif menurut ukuran saat itu. Mereka mengadakan shalat Jum'at bersama-sama, mengadakan tabligh ke berbagai daerah, dan kursusadministrasi. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan aktifitas yang tidak wajar dilaksanakan oleh wanita pada saat itu.

Pada Konggres Muhammadiyah ke-26 1938 di Yogyakarta diputuskan bahwa Simbol Padi menjadi simbol NA, yang sekaligus juga menetapkan nyanyian Simbol Padi sebagai Mars NA. Perkembangan NA semakin pesat pada 1939 dengan diselenggarakannya Taman Aisyiyah yang mengakomodasikan potensi, minat, dan bakat putri-putri NA untuk dikembangkan. Selain itu, Taman Aisyiyah juga menghimpun lagu-lagu yang dikarang oleh komponis-komponis Muhammadiyah dan dibukukan dengan diberi nama Kumandang Nasyi'ah.

Pada masa sekitar revolusi, percaturan politik dunia yang mempengaruhi Indonesia membawa akibat yang besar atas kehidupan masyarakat. Organisasi NA mengalami kemacetan. NA hampir tidak terdengar lagi perannya di tengah-tengah masyarakat. Baru setelah situasi mengijinkan, tahun 1950, Muhammadiyah mengadakan Muktamar untuk mendinamisasikan gerak dan langkahnya. Muktamar tersebut memutuskan bahwa Aisyiyah ditingkatkan menjadi otonom. NA dijadikan bagian yang diistimewakan dalam Aisyiyah, sehingga terbentuk Pimpinan Aisyiyah seksi NA di seluruh level pimpinan Aisyiyah. Dengan demikian, hat ini berarti NA berhak mengadakan konferensi tersendiri.

Pada Muktamar Muhammadiyah di Palembang tahun 1957, dari Muktamar Aisyiyah disampaikan sebuah prasaran untuk mengaktifkan anggota NA yang pokok isinya mengharapkan kepada Aisyiyah untuk memberi hak otonom kepada NA. Prasaran tersebut disampaikan oleh Baroroh. Selanjutnya pada Muktamar Muhammadiyah di Jakarta pada tahun 1962, NA diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah tersendiri. Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh NA dengan menghasilkan rencana kerja yang tersistematis sebagai sebuah organisasi.

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1963 diputuskan status otonom untuk NA. Di bawah kepemimpinan Majetis Bimbingan Pemuda, NA yang saat itu diketuai oleh Siti Karimah mulai mengada-

kan persiapan-persiapan untuk mengadakan musyawarahnya yang pertama di Bandung. Dengan didahului mengadakan konferensi di Solo, maka berhasillah NA dengan munasnya pada tahun 1965 bersama-sama dengan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah di Bandung. Dalam Munas yang pertama kali, tampaklah wajah-wajah baru dari 33 daerah dan 166 cabang dengan penuh semangat, akhirnya dengan secara organisatoris NA berhasil mendapatkan status yang baru sebagai organisasi otonom Muhammadiyah.

Prinsip Gerakan NasyiatulAisyiyah, sering juga disebut Nasyiah, adatah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan putri Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian.

Tujuan organisasi ini ialah membentuk pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, keluarga dan bangsa menuju terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai oleh Allah. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut:

1.Menanamkan Al-Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadis sesuai dengan jiwa Muhammadiyah kepada anggota-anggotanya sebagai dasar pendidikan putri dan sebagai pedoman berjuang.

2.Mendidik anggota-anggotanya agar memiliki kepribadian putri Islam.

3.Mendidik anggota-anggotanya untuk mengembangkan ketrampilan dan keaktifannya sebagai seorang putri serta mengamalkannya sesuai dengan tuntunan Islam.

4.Mendidik dan membina kader-kader pimpinan untuk kepentingan agama, organisasi dan masyarakat.

5.Mendidik anggota-anggotanya untuk menjadi mubalighat motivator yang baik.

6. Meningkatkan fungsi Nasyiah sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah/Aisyiyah.

7.Membina ukhuwah Islamiyah.

8.Usaha-usaha lain yang sesuai dengan tujuan organisasi.


Jaringan Struktural NA

Susunan organisasi NA dibuat secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat Ranting. Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah- wilayah dalam ruang lingkup nasional PimpinanWilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat propinsi atau daerah tingkat I. Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang-cabang dalam tingkat kabupaten/kota. Sedangkan Pimpinan Cabang adalah kesatuan ranting-ranting dalam satu kecamatan. Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam satu sekolah, desa/ kelurahan atau tempat lainnya. Saat ini, Nasyiatul Aisyiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.


Cita-cita Nasyiah 2020

Nasyiatul Aisyiyah periode 2004-2008 mencanangkan cita-cita NA2020. Pada tahun 2020 diharapkan NasyiatulAisyiyah mampu mewujudkan:

1.Kualifikasi kader bangsa dan kader umat yang berpikir terbuka, memiliki etos kerja yang tinggi, istigomah, dan komitmen yang tinggi terhadap perjuangan dan dakwah Islam amar makruf nahi munkar.

2. Organisasi Nasyiah menjadi organisasi yang profesional, berkembang secara kuantitas sesuai dengan pengembangan dan pemekaran wilayah Indonesia serta memiliki pengaruh terhadap dunia nasional maupun internasional.

3. Berbagai sumber pembelajaran untuk keluarga (family learning centre), antara lain berupa lembaga yang memberikan perlindungan dan pendampingan terhadap permasalahan anakdan perempuan.


Isu-isu Strategis NA

1.Sistem dan pengelolaan organisasi yang efektif dan responsif terhadap situasi lingkungan keluarga, masyarakat, negara dan internasional.

2. Jaringan struktur Nasyiatul Aisyiyah sampaitingkat cabang dan ranting yang kuat.

3. Ideologi jender dan responsif jender perspektif NasyiatulAisyiyah

4. Kuantitas dan kualitas kader Nasyiah yang memiliki komitmen dan serta kemampuan berorganisasi.

5. Pengembangan fundrising demi kemandirianorganisasi.

6. Pendampingan anak dan perempuan putus sekolah, perempuan miskin baik secara ekonomi, ketrampilan maupun spiritual, dengan berbasis lokalitas.

7. Keterlibatan Nasyiatul Aisyiyah datam upaya resolusi konflik berbasis SARA.

8. Media bagi syiar Nasyiatul Aisyiyah

9. Penyiapan kader Nasyiah untuk peran pengambilan kebijakan publik.


PROGRAM NASYlATUL AISYlYAH ARAH DAN KEBlJAKAN BIDANG PROGRAM

Kebijakan NA (2008-2012) diarahkan pada: "Pemantapan dan pengembangan sistem organisasi yang efektif dan peningkatan capacity building kader Nasyiah dalam menggerakkan aksi-aksi pendampingan terhadap permasalahan perempuan dan anak." Sebagai tolak ukur bahwa arah periode ini tepat sasaran, maka disusunlah beberapa indikator capaian tahapan sebagai berikut:

- Terbentuknya kader Nasyiatul Aisyiyah yang memiliki ketrampilan utama (core skill) dan kemampuan (capability) sebagai agen peru bahan datam berdakwah dan bermasyarakat.

- Terwujudnya sistem organisasi yang efektif dan sustainable dari aspek manajemen dan administrasi, kepemimpinan, pendanaan, komunikasi, serta pengelolaan program dan evaluasinya.

- Menguatnya peran advokasi non-litigasi Nasyiah metalui gerakan aksi pemberdayaanperempuan dan anak.

Kebijakan ini diterjemahkan dalam bidang-bidang garap program Nasyiah. Bidang program merupakan bidang garapan/gerak program- program Nasyiatul Aisyiyah yang mengacu pada AD/ART pasal 2, bahwa Nasyiatul Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah, merupakan gerakan putri Islam, yang bergerak di bidang keperempuanan, kemasyarakatan, dan keagamaan. Karenanya bidang garap NA adalah bidang keorganisasian, bidang keislaman, bidang kaderisasi, dan bidang kemasyarakatan.

Tujuan dan strategi tiap-tiap bidang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bidang keorganisasian

Tujuan:

a. Terciptanya efektifitas sistem organisasi, media komunikasi dan informasi dalam rangka menguatan eksistensi dan jaringan Nasyiah secara internal maupun eksternal.

b. Meningkatnya kinerja pimpinan serta aktifitas anggota Nasyiatul Aisyiyah sebagai gerakan perempuan dan dakwah Islam amar makruf nahi munkar. 

Strategi sistem organisasi, media komunikasi dan informasi yang efektif:

a.Meningkatkan efektivitas koordinasi dan komunikasi di setiap tingkat pimpinan dalam melaksanakan program organisasi.

b. Mengoptimalkan media informasi agar dapat menjadi sarana publikasi dan komunikasi baik untuk kepentingan internal maupun eksternal.

c. Mengembangkan jalinan kerjasama dan fundrising Nasyiatul Aisyiyah dengan lembaga lain di dalam dan luar negeri.

d. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan mekanisme dan kebijakan organisasi

e. Menguatkan jaringan struktur intern NasyiatulAisyiyah.

Strategi kinerja pimpinan:

a. Meneguhkan komitmen pimpinan dalam berdakwah Islam metalui Nasyiatul Aisyiyah

b. Meningkatkan ketrampilan pimpinan dalam mengelola program sehingga terwujud kelompok kerja yang kokoh, profesional berlandaskan nilai-nilai Islam,

c. Memperluas akses bagi anggota NA untuk meningkatkan pengetahuannya metatui program kerja sama dengan pihak lain.

2. Bidang Kaderisasi

Tujuan:

Terwujudnya kader Nasyiah yang dapat menghimpun, mengembangkan, dan mendayagunakan potensi untuk aktif dalam menggerakkan masyarakat berdasar nilai-nilai Islam.

Strategi:

a. Menjadikan Sistem Perkaderan Nasyiatul Aisyiyah sebagai pedoman pendidikan kader dalam mentranformasikan nilai-nilai ideologis gerakan.

b. Mengintensifkan pembinaan potensi kader bagi keberlanjutan gerak organisasi.

c. Meningkatkan peran kepeloporan dan kepemimpinan kader di dalam membantu memecahkan permasalahan masyarakat.

3. Bidang Keislaman

Tujuan:

Ditransformasikan dan dilaksanakannya nilai-nilai Islam dalam pemikiran, sikap, dan perilaku di dalam kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa, dan bernegara.

Strategi:

a. Memantapkan ideologi Muhammadiyah para anggota Nasyiatul Aisyiyah agarmempunyai kematangan beragama dalam berfikir, berorganisasi dan berperilaku.

b. Mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam mensikapi berbagai persoalan yang dihadapi ummat, khususnya masalah keluarga, perempuan dan anak-anak

c. Meningkatkan kemampuan berdakwah anggota NA dalam rangka syiar Islam.

4. Bidang Kemasyarakatan

Tujuan:

a.Peningkatan gerak Nasyiah dalam mela kukan pendampingan terhadap persoalan perempuan dan anak, utamanya dalam aspek ekonomi, sosial, dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

b. Pengembangan kepedulian NasyiatulAisyiyah dalam politik, budaya, kesehatan, dan lingkungan.

Strategi pendampingan ekonomi, sosial, dan pendidikan:

a. Meningkatkan ketrampilan para anggota Nasyiah dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah ekonomi, sosial, dan pendidikan, yang dihadapi perempuan.

b. Meningkatkan efektifitas peran NasyiatulAisyiyah dalam pengambilan kebijakanpublik yang sensitif jender.

c. Memberdayakan potensi ekonomi masyarakat lokal.

d. Meningkatkan sensitivitas jender di lingkungan NasyiatulAisyiyah.

e. Membangun NA sebagai gerakan belajar bagi perempuan, anak, dan keluarga khususnya pada sektor pendidikan non formal.

Strategi pengembangan kepedulian terhadap masalah politik, kesehatan dan lingkungan:

a. Mengembangkan peran anggota Nasyiah dalam upaya-upaya resolusi konflik yang ditimbulkan oleh proses demokratisasi, integrasi sosial, budaya dan agama di tingkatannya masing-masing.

b. Meningkatkan kepedulian anggota Nasyiatul Aisyiyah terhadap isu kesehatan reproduksi dalam keluarga.

c. Membangun kesadaran anggota Nasyiatul Aisyiyah terhadap kelestarian lingkungan hidup.


Sumber : www.nasyiah.or.id



LAZISMU JAKARTA TIMUR menerima dan menyalurkan Zakat, Infaq dan Shodaqoh anda melalui rekening 3060009552 Bank Muamalat

Mari berbagi ...